a.
GERAKAN
BENTENG
Keterkaitan
sistem gerakan benteng yang dicetuskan oleh Soemitro dengan kebijakan ekonomi
masa kini.
Gerakan benteng atau program benteng adalah
kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah Indonesia bulan April 1950 dan
secara resmi dihentikan tahun 1957. Tujuannya adalah membina pembentukan suatu
kelas pengusaha Indonesia "pribumi" (dalam arti "non-Tionghoa).
LATAR
BELAKANG
Pada tahun 1950-an, ada tekanan politis
yang meningkat agar kekuasaan ekonomi diambil dari perusahaan swasta Belanda
yang masih ada di Indonesia saat itu, demi penyelesaian Revolusi. Namun,
Indonesia masih memerlukan modal dan keterampilan asing untuk menghasilkan
pembangunan ekonomi yang diperlukan untuk menghadapi peningkatan jumlah
penduduk. Bulan Februari 1950, presiden Soekarno sudah sempat menyampaikan
kepada kalangan perusahaan asing bahwa pemulihan ekonomi Indonesia setelah
selesainya Revolusi memerlukan dikerahkannya segala sumber modal, baik asing
maupun dalam negeri. Tahun 1953 menteri Keuangan Ong Eng Die menyatakan bahwa
peranan perusahaan asing dalam pembangunan ekonomi Indonesia perlu dicantumkan
secara jelas dalam rencana pembangunan mendatang.
Program Benteng merupakan suatu cara
mengembangkan peranan orang Indonesia dalam ekonomi tanpa merugikan perusahaan
asing, terutama Belanda.
PELAKSANAAN
Program Benteng melewati sejumlah tahap,
dengan pengubahan dalam banyak kesempatan. Program terutama mencakup impor,
karena modal yang diperlukan tidak terlalu besar. Lagipula, peranan Belanda
sangat terasa di bidang ini, terutama lewat lima perusahaan niaga besar.
Pada mulanya yang ditekankan adalah
barang mana yang wajib diimpor oleh pengusaha pribumi. Kemudian, yang
dibicarakan adalah persyaratan mengenai kelayakan memperoleh lisensi impor.
Tahun 1950 sudah sempat ditentukan bahwa paling tidak 70% dari pemegangan saham
perusahaan harus dimiliki "bangsa Indonesia asli". Bulan Mei dan Juni
1953, debat mengenai penaikan persentase ini, termasuk tuduhan diskriminasi
terhadap importir Tionghoa, berakibatkan jatuhnya Kabinet Wilopo.
Program Benteng ditinjau kembali bulan
September 1955 oleh Kabinet Burhanuddin Harahap dan menteri Keuangan Sumitro
Djojohadikusumo. Syarat berdasarkan suku dicabut dan diganti dengan persyaratan
ketat mengenai pembayaran uang muka.
Dibentuknya Kabinet Karya di bawah
Djuanda Kartawidjaja bulan Maret dan April 1957 ditandai dengan pengalihan ke
"ekonomi terpimpin". Program Benteng resmi dihentikan.
SISTEM
PEREKONOMIAN INDONESIA
Setiap negara menganut sistem ekonomi
yang berbeda-beda terutama Indonesia dan Amerika serikat , dua negara ini pun
menganut sistem ekonomi yang berbeda. Awalnya Indonesia menganut sistem ekonomi
liberal, yang mana seluruh kegiatan ekonomi diserahkan kepada masyarakat. Akan
tetapi karena ada pengaruh komunisme yang disebarkan oleh Partai Komunis
Indonesia, maka sistem ekonomi di Indonesia berubah dari sistem ekonomi liberal
menjadi sistem ekonomi sosialis.
Pada masa Orde Baru, sistem ekonomi yang
dianut oleh bangsa Indonesia diubah kembali menjadi sistem demokrasi ekonomi.
Namun sistem ekonomi ini hanya bertahan hingga masa Reformasi. Setelah masa
Reformasi, pemerintah melaksanakan sistem ekonomi yang berlandaskan ekonomi
kerakyatan. Sistem inilah yang masih berlaku di Indonesia.
SISTEM EKONOMI KERAKYATAN
Pemerintah bertekad melaksanakan sistem
ekonomi kerakyatan dengan mengeluarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
yang menyatakan bahwa sistem perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi
kerakyatan. Sistem ekonomi ini berlaku sejak tahun 1998. Pada sistem ekonomi
kerakyatan, masyarakatlah yang memegang aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan
pemerintah yang menciptakan iklim yang bagus bagi pertumbuhan dan perkembangan
dunia usaha. Ciri-ciri sistem ekonomi ini adalah :
1. Bertumpu
pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan yang sehat.
2. Memerhatikan
pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial, dan kualitas hidup.
3. Mampu
mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
4. Menjamin
kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja.
5. Adanya
perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat.
"Dari uraian di atas dapat
dikaitkan bahwa antara Gerakan Benteng dan Sistem ekonomi yang berlangsung
sekarang ini mempunyai ciri yang sama yaitu memberikan rakyat ruang untuk aktif
dalam berekonomi. Dalam Gerakan Benteng disebutkan bahwa yang diberi kesempatan
adalah rakyat pribumi karena pada saat itu pengusaha pribumi tidak banyak
berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Bantuan tersebut berupa bimbingan
konkret atau bantuan kredit. Selain memberikan bantuan modal, pemerintah
berusaha membangun kewirausahaan pribumi agar mampu membentengi perekonomian
negara. Sedangkan dalam sistem perekonomian sekarang ini, antara pribumi dan
etnis yang lainnya (contoh : China) dinilai
telah memiliki kemampuan yang sama rata. Oleh karena itu, dalam sistem
peekonomian yang sekarang lebih mengorientasikan tentang cara bersaing secara
sehat dan cara memperbaiki sistem, misalnya pembangunan yang lebih berwawasan
kepada lingkungan hingga diadakannya perlindungan hak-hak konsumen dan
perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat."
b.
GUNTING
SYAFRUDDIN
Perbandingan
sistem Gunting Syafruddin dengan sistem Redominasi.
a.
Sanering
Pada
tanggal 19 Maret 1950, sanering pertama kali dikenal dengan nama "Gunting
Syafruddin" dimana uang kertas betul-betul digunting menjadi dua secara
fisik dan nilainya. Dia memerintahkan agar seluruh ‘uang merah’ NICA (Nederlandsch Indië Civil Administratie)
dan uang De Javasche Bank/DJB
(bentukan penjajah belanda yang kemudian berubah nama menjadi BI/Bank
Indonesia) yang bernilai Rp5 ke atas digunting menjadi dua bagian.
· Gunting
Sjafruddin adalah kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Syafruddin
Prawiranegara, Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta II, yang mulai berlaku pada
jam 20.00 tanggal 10 Maret 1950.
· Gunting
Syafrudin adalah plesetan yang diberikan rakyat atas kebijakan ekonomi (khususnya
moneter) yang ditetapkan mulai berlaku Jumat, 10 Maret 1950.
Menurut kebijakan itu, "uang
merah" (uang NICA) dan uang De
Javasche Bank dari pecahan Rp5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan
kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari
nilai semula sampai tanggal 9 Agustus pukul 18.00. Mulai 22 Maret sampai 16
April, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan
tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri
itu tidak berlaku lagi alias dibuang.
Guntingan kanan dinyatakan tidak
berlaku, tetapi dapat ditukar dengan obligasi negara sebesar setengah dari
nilai semula, dan akan dibayar 40 tahun kemudian dengan bunga 3% setahun.
"Gunting Sjafruddin" itu juga berlaku bagi simpanan di bank. Pecahan
Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan, demikian pula uang ORI (Oeang
Republik Indonesia). Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi
negara yang saat itu sedang terpuruk yaitu utang menumpuk, inflasi tinggi dan
harga melambung. Dengan politik pengebirian uang tersebut, bermaksud menjadi
solusi jalan pintas untuk menekan inflasi, menurunkan harga barang dan mengisi
kas pemerintah untuk membayar utang yang besarnya diperkirakan akan mencapai Rp
1,5 milyar.
Pada tanggal 25 Agustus 1959 terjadi
sanering kedua yaitu uang pecahan Rp 1000 (dijuluki Gajah) menjadi Rp 100, dan
Rp 500 (dijuluki Macan) menjadi Rp 50. Deposito lebih dari Rp 25.000 dibekukan.
1 US $ = Rp 45. Setelah itu terus menerus terjadi penurunan nilai rupiah
sehingga akhirnya pada Bulan Desember 1965, 1 US $ = Rp 35.000.
Seperti juga ‘Gunting Syafrrudin’,
politik pengebirian uang yang dilakukan soekarno membuat masyarakat menjadi
panik. Apalagi diumumkan secara diam-diam, sementara televisi belum muncul dan
hanya diumumkan melalui RRI (Radio Republik Indonesia). Karena dilakukan hari
Sabtu, koran-koran baru memuatnya Senin. Dikabarkan banyak orang menjadi gila
karena uang mereka nilainya hilang 50 persen. Yang paling menyedihkan mereka
yang baru saja melakukan jual beli tiba-tiba mendapati nilai uangnya hilang
separuh.
Pada tanggal 13 Desember 1965 dilakukan
Sanering yang ketiga yaitu terjadi penurunan drastis dari nilai Rp 1.000 (uang
lama) menjadi Rp 1 (uang baru). Sukarno melakukan sanering akibat laju inflasi
tidak terkendali (650 persen). Harga-harga kebutuhan pokok naik setiap hari
sementara pendapatan per kapita hanya 80 dolar US.
Sebelum sanering, pada bulan november
1965 harga bensin naik dari rp 4/liter menjadi rp 250/ liter (naik 62,5 kali).
Nilai rupiah anjlok tinggal 1/75 (seper tujuh puluh lima) dari angka rp 160/
us$ menjadi Rp 120,000 /us$.
Setelah sanering ternyata bukan terjadi
penurunan harga malah harga jadi pada naik. Pada tanggal 21 Januari 1966 harga
bensin naik dari rp 250/liter menjadi rp 500/ liter & harga minyak tanah
naik dari rp 100/ltr menjadi rp 200/ltr (naik 2 kali).
Sesudah itu tanpa henti terjadi
depresiasi nilai rupiah sehingga ketika terjadi krisis moneter di Asia pada
tahun 1997 nilai 1 us $ menjadi rp 5.500 dan puncaknya adalah mulai April 1998
sampai menjelang pernyataan lengsernya suharto maka nilai 1 us $ menjadi rp
17.200. Lalu apakah kebijakan politik pengebirian nilai fiat money (uang
kertas) ini bakal terulang lagi? Sebenarnya pengebirian nilai fiat money ini
terjadi secara halus dan perlahan tapi pasti, buktinya bisa dilihat dari
kenaikkan harga barang dari tahun ke tahun, yang sesungguhnya adalah
pengurangan nilai fiat money. Padahal harga barang itu tetap, tapi karena nilai
fiat money yang kita pegang angkanya makin banyak tapi daya belinya makin
turun.
Sanering Rupiah adalah pemotongan daya
beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan
pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun. Dampak dari sanering, menimbulkan banyak kerugian
karena daya beli turun drastis. Tujuan dari sanering, mengurangi jumlah uang
yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Katanya program sanering itu
dilakukan karena ekonomi negara itu sangat buruk yang mendekati ambruk karena
hiper inflasi.
Nilai uang terhadap barang dari
sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang
dipotong adalah nilainya. Kondisi saat dilakukan, dalam kondisi makro ekonomi
tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi). Masa transisi, Sanering
tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba. Contoh: Pada sanering, bila terjadi sanering per
seribu rupiah, maka dengan Rp 4,5 hanya dapat membeli 1/1000 atau 0,001 liter
bensin.
b. Redonominasi
Topik yang sedang menarik perhatian
publik saat ini adalah redenominasi rupiah. Rencana Bank Indonesia untuk
melakukan redenominasi rupiah banyak mengundang kritik dari berbagai pihak dari
ahli ekonomi, pengamat bursa saham, pelaku bisnis dan lain-lainnya. Bank
Indonesia mengatakan, redenominasi rupiah tidak sama dengan sanering atau
pemotongan nilai mata uang. Sebab, dalam redenominasi meski tiga angka nol
terakhir dihilangkan, tapi nilainya sama.
Redenominasi Rupiah adalah
menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit
dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang
tersebut. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga
barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.
Dampak dari Redenominasi, Pada redenominasi,
tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama. Menurut BI uang dengan nominal
besar kurang efisien serta merepotkan pembayaran. Oleh karena kebijakan
tersebut akan bermanfaat besar bagi perekonomian yang akan membuat pencatatan
dan pembukuan akan lebih efisien.
Latar Belakang Kebijakan Redenominasi,
Bank Indonesia sedang mengkaji kebijakan redenominasi atas mata uang rupiah.
Kebijakan ini diambil setelah hasil riset World Bank yang menyebutkan,
Indonesia termasuk negara pemilik pecahan mata uang terbesar kedua di dunia
setelah Vietnam. Uang pecahan terbesar di tanah air Rp 100.000, hanya kalah
oleh dong Vietnam (VND) 500.000.
Tujuan dari Redenominasi,
menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan
transaksi.Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan
negara regional. Nilai uang terhadap barang dari Redenominasi, tidak berubah,
karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan.
Kondisi saat dilakukannya Redenominasi,
Redenominasi dilakukans saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan
inflasi terkendali.
Masa transisi, Redenominasi dipersiapkan
secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan
gejolak di masyarakat.
c.
NASIONALISASI DE
JAVASCHE BANK
Maksud dan tujuan dari nasionalisasi De
Javasche Bank.
Bank sentral dalam pengertian umum adalah sebuah lembaga
yang diserahi tugas untuk mengontrol sistem keuangan dan perbankan. Bank
sentral umumnya diberi monopoli untuk mengeluarkan uang dan wewenang prerogatif
untuk mengatur jumlah uang beredar. Bank sentral juga diberi fungsi dalam
wewenang untuk membina dan mengawasi kegiatan perbankan sebagai lembaga
perantara keuangan. Dalam menjalankan fungsinya, bank sentral mempunyai peran
khusus dalam sistem moneter sebagai sumber peminjaman bagi bank-bank dan sumber
terakhir bagi bank-bank untuk mendapatkan pinjaman ketika bank yang
bersangkutan sedang mengalami kesulitan likuidasi. Di banyak Negara suatu
bank secara gradual menduduki posisi sentral diantara lembaga keuangan yang ada
dan akhirnya menjadi bank sentral, karena tugas khusus dan utamanya adalah
menerbitkan uang kertas bank dan bertindak sebagai agen dan banker. Pada
mulanya bank-bank itu tidak disebut sebagai bank sentral, melainkan sebagai
“bank sirkulasi” atau “bank nasional”. Dalam perkembangan selanjutnya bank
sirkulasi tersebut menjalankan fungsi-fungsi lain serta diberi kewajiban dan
kekuasaan tertentu sehingga akhirnya bertindak sebagai bank sentral.
Pada zaman Hindia Belanda, De Javasche Bank yang
berfungsi sebagai bank sirkulasi telah ditetapkan sebagai bank sentral. Sesudah
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Dewan Menteri Republik
Indonesia pada tanggal 19 September 1945 yang dipimpin oleh Presiden Soekarno
telah mengambil keputusan untuk mendirikan sebuah Bank Negara Indonesia. Karena
untuk mendirikan sebuah bank negara diperlukan undang-undang yang membutuhkan
waktu lama, maka dibentuk Jajasan Poesat Bank Indonesia pada 9 Oktober 1945.
Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 2 Prp. Tahun 1946
tanggal 5 Juli 1946 yang membentuk dan menetapkan Bank Negara Indonesia sebagai
bank sirkulasi dan bank sentral milik Negara, tetapi baru dibentuk pada tanggal
17 Agustus 1946 di Yogyakarta sebagai penjelmaan dari Jajasan Poesat Bank
Indonesia. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi
Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal
15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951. Tujuan
dari nasionalisasi ini adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya
ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.
d.
PEMBENTUKAN
BIRO PERANCANG NEGARA
Perbandingan
Biro Perancang Negara dengan Repelita Orde Baru dengan kabinet kerja saat ini.
Pemerintah Letjen Soeharto (Orde Baru)
yang dijalankan sejak terbentuknya Kabinet Ampera mempunyai tugas menciptakan
stabilitas politik dan ekonomi sebagai prasyarat pelaksanaan pembangunan
nasional. Tugas Kabinet Ampera disebut Dwidarma Kabinet Ampera. Program
kerjanya disebut Caturkarya yang isinya adalah mencukupi kebutuhan sandang dan
pangan; melaksanakan pemilihan umum(pemilu); melaksanakan politik luar negeri
bebas aktif; dan melanjtkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme.
Jenderal Soeharto melanjutkan
pembangunan yang telah dilakukan Kabinet Ampera dengan membentuk cabinet
pembangunan pada tanggal 6 juni 1968. Tugas pokok Kabinet Pembangunan disebut
Pancakrida. Dalam upaya melaksanakan pembangunan dibidang ekonomi, pemerintah
Jenderal Soeharto yang dikenal juga sebagai pemerintahan Orde Baru
melaksanakannya melalui Repelita (rencana pembangunan lima tahun).
Repelita dilaksanakan mulai tanggal 1
April 1969. Pembangunan ekonomi pada masa orde baru diarahkan pada sector
pertanian. Hal itu dikerenakan kurang lebih 55% dari produksi nasional berasal
dari sector pertanian dan juga 75% pendudukan Indonesia memperoleh penghidupan
dari sector pertanian. Bidang sasaran pembangunan dalam Repelita, antara lain
bidang pangan, sandang, perbaikan prasarana, rumah rakyat, perluasan lapangan
kerja, dan kesejahteraan rohani. Jangka waktu pembangunan orde baru dapat
dibedakan atas dua macam, yaitu program pembangunan jangka pendek dan program
pembangunan jangka panjang. Program pembangunan jangka pendek sering disebut
pelita (pembangunan lima tahun), adapun program pembangunan jangka panjang
terdiri atas pembangunan jangka pendek yang saling berkesinabungan. Masa
pembangunan jangka oanjang direncanakan selama 25 tahun. Modernitas memerlukan
sarana, salah satunya dengan pengadaan sarana fisik. Pembangunan yang
dilaksanakan di realisasikan dalam system pembangunan nasional yang
dilaksanakan dengan bentuk Pembangunan Lima Tahun (PELITA).
1)
Pelita I
Pada 1 April 1969 dimulailah pelaksanaa pelita
1 yaitu pada periode 1969-1974. Pada pelita 1 ini, orde baru menyelesaikan fase
stabilitas dan rehabilitasi sehingga dapat menciptakan keadaan yang stabil.
Selama beberapa tahun, sebelum orde baru keadaan ekonomi mengalami kemerosotan.
Pada 1955-1960 laju inflasi rata-rata 25% per tahun, dalam periode 1960-1965
harga-harga meningkat dengan laju rata-rata 226% per tahun, dan pada 1966 laju
inflasi mencapai puncaknya, yaitu 650% setahun. Kemerosotan ekonomi tersebut
terjadi di segala bidang akibat kepentingan ekonomi dikorbankan demi
kepentingan politik.
Pada masa orde baru, kemerosotan ekonomi
dapat dikendalikan. Pada 1976, laju inflasi dapat ditekan menjadi 120%, atau
seperlima dari tahun sebelumnya. Pada 1968, inflasi dapat ditekan lagi menjadi
85%. Berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai, kemudian dimulailah
pelaksanaan pelita 1 pada tahun 1969. Adapun titik berat pelita 1 adalah pada
sector pertanian dan industry yang mendukung sector pertanian.
Adapun sasaran pelita 1, yaitu meningkatkan
pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan
kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelaksanaan pelita 1 termasuk
pembiayaannya selalu disetujui DPR
dengan membuat undang-undang sesuai ketentuan UUD 1945.
2)
Pelita II
Pelita 1 berakhir pada 31 Maret 1974,
yang telah meletakan dasar-dasar yang kuat bagi pelaksanaan pelita I. MPR hasil
pemilu 1971 secara aklamasi memilih dan mengangkat kembali jendral soeharto
sebagai presiden RI. Selain itu, MPR hasil pemilu 1971 berhasil pula menyusun
GBHN melalui Tap MPR RI No IV/MPRS/1973. Di dalam GBHN 1973 terdapat rumusan
pelita II, yaitu :
a. Tersedianya
bahan pangan dan sandang yang cukup dan terjangkau oleh daya beli masyarakat;
b. Tersedianya
bahan-bahan bangunan perumahan terutama bagi kepentingan masyarakat;
c. Perbaikan
dan peningkatan prasarana;
d. Peningkatan
kesejahteraan rakyat secara merata;
e. Memperluas
kesempatan kerja.
Untuk melaksanakan pelita II, presiden
soeharto kemudian membentuk cabinet pembangunan II. Program kerja cabinet
pembangunan II, disebut Sapta Krida Kabinet Pembangunan II, yang meliputi:
a)
Meningkatkan stabilitas politik;
b)
Meningkatkan stabilitas keamanan;
c)
Melanjutkan pelita 1 dan melaksanakan pelita II;
d)
Meningkatkan kesejahteraan rakyat;
e)
Melaksanakan pemilihan umum.
3)
Pelita III
Pada 31 Maret 1979, Pelita III mulai
dilaksanakan. Titik berat pembangunan pada pelita III adalah pembangunan sector
pertanian menuju swasembada pangan yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.
Sasaran pokok pelita III diarahkan pada trilogy pembangunan dan delapan jalur
pemerataan.
a. Trilogi
pembangunan mencakup:
1. Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terwujudnya keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia;
2. Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi;
3. Stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis.
b. Delapan
jalur pemerataan mencakup:
1. Pemerataan
pemenuhan kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, dan perumahan;
2. Bagi
rakyat banyak;
3. Pemerataan
kesempatan memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan;
4. Pemerataan
pembagian pendapatan;
5. Pemerataan
memperoleh kesempatan kerja;
6. Pemerataan
mempreoleh kesempatan berusaha;
7. Pemerataan
kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khusunya bagi generasi muda dan
kaum wanita;
8. Pemerataan
penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Indonesia;
9. Pemerataan
memperoleh keadilan.
Terpilih menjadi presiden RI untuk kedua
kalinya MPR hasil pemilu membentuk kabinet pembangunan III. Kabinet ini dilantik
secara resmi pada 31 Maret 1978.
Program kerja kabinet pembangunan III,
disebut Sapta Krida Pembangunan III, yang meliputi:
1. Menciptakan
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dnegan memeratakan hasil
pembangunan;
2. Melaksanakan
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi;
3. Memelihara
stabilitas keamanan yang mantap;
4. Menciptakan
aparatur Negara yang bersih dan berwibawa;
5. Membina
persatuan dan kesatuan bangsa yang kukuh dan dilandasi oleh penghayatan dan
pengamalan pancasila;
6. Melaksanakan
pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, dan rahasia;
7. Mengembangkan
politik luar negri yang bebas aktif untuk diabdikan kepada kepentingan
nasional.
4)
Pelita IV
Pelita III berakhir pada 31 Maret 1989
yang dilanjutkan dengan pelaksanaan pelita IV yang dimulai 1 april 1989. Untuk
ketiga kalinya jenderal soeharto terpilih dan diangkat kembali oleh MPR hasil
pemilu. Untuk melaksanakan pelita IV, presiden seharto membentuk cabinet
pembangunan IV. Titik berat pelita IV adalah pembangunan sector pertanian untuk
melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dan meningkatkan industry yang
dapat menghasilkan mesin-mesin sendiri, baik untuk mesin-mesin industry ringan
maupun industry berat.
Sasaran pokok pelita IV yaitu sebagai
berikut:
a. Bidang
politik, yaitu berusaha memasyarakatkan P4 (Pedoman,Penghayatan,dan Pengamalan
Pancasila).
b. Bidang
pendidikan, menekankan pada pemerataan kesempatan belajar dan meningkatkan mutu
pendidikan.
c. Bidang
keluarga berencana (KB), menekankan pada pengendalian laju pertumbuhan penduduk
yang dapat menimbulkan masalah nasional.
5)
Pelita V
Pelita IV berakhir pada 31 Maret 1994
yang dilanjutkan oleh pelaksanaan pelita V yang dimulai 1 April 1994. Pelita V
ini merupakan pelita terakhir dari keseluruhan program pembangunan jangka
panjang pertama (PPJP 1). Pelita V merupakan masa tinggal landas untuk memasuki
program pembangunan jangka panjang kedua (PPJP II), yang akan dimulai pada
pelita VI pada april 1999.
Titik berat pelita V adalah meningkatkan
sector pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan prduksi
hasil pertanian laiinya serta sector industri, khususnya industry yang
menghasilkan barang untuk ekspor, industry yang banyak tenaga kerja, industri
pengolahan hasil pertaian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin
industri menuju terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang antara industry
dengan pertanian, baik dari segi nilai tambah maupun dari segi penyeraan tenaga
kerja.
6)
Pelita VI
Pelita V berakhir pada 31 Maret 1999yang
dilanjutkan oleh pelaksanaan pelita VI yang dimulai pada 1 April 1999. Pada
akhir pelita V diharapkan akan mampu menciptakan landasan yang kukuh untuk
mengawali pelaksanaan pelita VI dan memasuki proses tinggal landas menuju
pelaksanaan program pembangunan jangka panjang kedua (PPJP II) . Titik berat
pelita VI diarahkan pada pembangunan sector-sektor ekonomi dengan keterkaitan
antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia.
Sasaran pembangunan industry dalam Rencana
Pembangunan Lima Tahun VI sebagai bagian dari sasaran bidang ekonomi sesuai
amanat GBHN 1993 adalah tertata dan mantapnya industry nasional yang mengarah
pada penguatan, pendalaman, peningkatan, perluasan, dan penyebaran industry ke
seluruh wilayah Indonesia, dan makin kukuhnya struktur industry dengan
peningkatan keterkaitan antara industry hulu, industry antara, dan industry
hilir serta antara industry besar, industry menengah, industry kecil, dan
industry rakyat. Serta keterkaitan antara sector industry dengan sector ekonomi
lainnya. Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia kea
rah yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas, Indonesia dilanda krisis
ekonomi yang sulit diatasi pada akhir tahun 1997.
Namun, pelaksanaan PPJP II tidak
berjalan lancar akibat krisis ekonomi dan moneter melanda Indonesia. Inflasi
yang tinggi akibat krisis ekonomi menyebabkan terjadinya gejolak social yang
mengarah pada pertentangan terhadap pemerintah orde baru.
e. SISTEM EKONOMI ALI-BABA
Letak kegagalan Sistem Ali-Baba.
Sistem Ali-Baba pada awalnya
bertujuan untuk memberikan peluang kepada para pengusaha agar bisa memajukan
perekonomian indonesia waktu itu dengan cara pemberian dana segar pada
pengusaha tersebut. Sistem ini mengalami kegagalan karena:
1.
Kredit yang digunakan ternyata
tidak digunakan secara benar oleh para pengusaha pribumi (indonesia) dalam
rangka mencari keuntungan tetapi malah dipindahkan kepada pengusaha tionghoa
secara sepihak.
2.
Kredit yang diberikan pada
awalnya dimaksudkan untujk mendorong kegiatan produksi tapi malah diselewengkan
untuk kegiatan konsumsi.
3.
Kegagalan pengusaha pribumi
dalam memanfaatkan kredit secara maksimal sehingga kurang berdampak positif
terhadap perekonomian indonesia waktu itu.
f.
RENCANA PEMBANGUNAN
LIMA TAHUN (RPLT)
Tujuan dari Rencana Pembangunan Lima Tahun.
Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah satuan
perencanaan yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru di Indonesia. Tujuan dari
kebijakan ini adalah :
a.
Repelita I (1969 –
1974)
Bertujuan
memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang
pertanian.
b.
Repelita II (1974 –
1979)
Bertujuan
meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan Madura, di
antaranya melalui transmigrasi.
c.
Repelita III (1979 –
1984)
Bertujuan
menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor.
d.
Repelita IV (1984 –
1989)
Bertujuan
menciptakan lapangan kerja baru dan industri.
e.
Repelita V (1989 –
1994)
Bertujuan
menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan.
Rencana Pembangunan Lima Tahun ini bersifat indikatif,
artinya memberikan arah perkembangan umum yang hendak dicapai selama lima tahun
yang akan datang beserta skala prioritasnya. Secara umum juga diberikan suatu
gambaran mengenai laju pertumbuhan ekonomi yang diharapkan serta perubahan
struktur ekonomi selama lima tahun yang akan datang, jumlah dana yang
dibutuhkan beserta sumber- sumber potensiil daripada dana tersebut,
perkembangan kesempatan kerja, dan alokasi anggaran pembangunan negara sesuai
dengan skala prioritas yang telah digariskan.
1 komentar:
KABAR BAIK!!!
Nama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.
Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.
Posting Komentar