Senin, 06 November 2017

KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN EKONOMI


a.           GERAKAN BENTENG
Keterkaitan sistem gerakan benteng yang dicetuskan oleh Soemitro dengan kebijakan ekonomi masa kini.

Gerakan benteng atau program benteng adalah kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah Indonesia bulan April 1950 dan secara resmi dihentikan tahun 1957. Tujuannya adalah membina pembentukan suatu kelas pengusaha Indonesia "pribumi" (dalam arti "non-Tionghoa).

LATAR BELAKANG
Pada tahun 1950-an, ada tekanan politis yang meningkat agar kekuasaan ekonomi diambil dari perusahaan swasta Belanda yang masih ada di Indonesia saat itu, demi penyelesaian Revolusi. Namun, Indonesia masih memerlukan modal dan keterampilan asing untuk menghasilkan pembangunan ekonomi yang diperlukan untuk menghadapi peningkatan jumlah penduduk. Bulan Februari 1950, presiden Soekarno sudah sempat menyampaikan kepada kalangan perusahaan asing bahwa pemulihan ekonomi Indonesia setelah selesainya Revolusi memerlukan dikerahkannya segala sumber modal, baik asing maupun dalam negeri. Tahun 1953 menteri Keuangan Ong Eng Die menyatakan bahwa peranan perusahaan asing dalam pembangunan ekonomi Indonesia perlu dicantumkan secara jelas dalam rencana pembangunan mendatang.
Program Benteng merupakan suatu cara mengembangkan peranan orang Indonesia dalam ekonomi tanpa merugikan perusahaan asing, terutama Belanda.

  PELAKSANAAN
Program Benteng melewati sejumlah tahap, dengan pengubahan dalam banyak kesempatan. Program terutama mencakup impor, karena modal yang diperlukan tidak terlalu besar. Lagipula, peranan Belanda sangat terasa di bidang ini, terutama lewat lima perusahaan niaga besar.
Pada mulanya yang ditekankan adalah barang mana yang wajib diimpor oleh pengusaha pribumi. Kemudian, yang dibicarakan adalah persyaratan mengenai kelayakan memperoleh lisensi impor. Tahun 1950 sudah sempat ditentukan bahwa paling tidak 70% dari pemegangan saham perusahaan harus dimiliki "bangsa Indonesia asli". Bulan Mei dan Juni 1953, debat mengenai penaikan persentase ini, termasuk tuduhan diskriminasi terhadap importir Tionghoa, berakibatkan jatuhnya Kabinet Wilopo.
Program Benteng ditinjau kembali bulan September 1955 oleh Kabinet Burhanuddin Harahap dan menteri Keuangan Sumitro Djojohadikusumo. Syarat berdasarkan suku dicabut dan diganti dengan persyaratan ketat mengenai pembayaran uang muka.
Dibentuknya Kabinet Karya di bawah Djuanda Kartawidjaja bulan Maret dan April 1957 ditandai dengan pengalihan ke "ekonomi terpimpin". Program Benteng resmi dihentikan.

SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA
Setiap negara menganut sistem ekonomi yang berbeda-beda terutama Indonesia dan Amerika serikat , dua negara ini pun menganut sistem ekonomi yang berbeda. Awalnya Indonesia menganut sistem ekonomi liberal, yang mana seluruh kegiatan ekonomi diserahkan kepada masyarakat. Akan tetapi karena ada pengaruh komunisme yang disebarkan oleh Partai Komunis Indonesia, maka sistem ekonomi di Indonesia berubah dari sistem ekonomi liberal menjadi sistem ekonomi sosialis.
Pada masa Orde Baru, sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia diubah kembali menjadi sistem demokrasi ekonomi. Namun sistem ekonomi ini hanya bertahan hingga masa Reformasi. Setelah masa Reformasi, pemerintah melaksanakan sistem ekonomi yang berlandaskan ekonomi kerakyatan. Sistem inilah yang masih berlaku di Indonesia.

 SISTEM EKONOMI KERAKYATAN
Pemerintah bertekad melaksanakan sistem ekonomi kerakyatan dengan mengeluarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa sistem perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan. Sistem ekonomi ini berlaku sejak tahun 1998. Pada sistem ekonomi kerakyatan, masyarakatlah yang memegang aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah yang menciptakan iklim yang bagus bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha. Ciri-ciri sistem ekonomi ini adalah :
1.   Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan yang sehat.
2.   Memerhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial, dan kualitas hidup.
3.   Mampu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
4.   Menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja.
5.   Adanya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat.
"Dari uraian di atas dapat dikaitkan bahwa antara Gerakan Benteng dan Sistem ekonomi yang berlangsung sekarang ini mempunyai ciri yang sama yaitu memberikan rakyat ruang untuk aktif dalam berekonomi. Dalam Gerakan Benteng disebutkan bahwa yang diberi kesempatan adalah rakyat pribumi karena pada saat itu pengusaha pribumi tidak banyak berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Bantuan tersebut berupa bimbingan konkret atau bantuan kredit. Selain memberikan bantuan modal, pemerintah berusaha membangun kewirausahaan pribumi agar mampu membentengi perekonomian negara. Sedangkan dalam sistem perekonomian sekarang ini, antara pribumi dan etnis yang lainnya (contoh : China) dinilai  telah memiliki kemampuan yang sama rata. Oleh karena itu, dalam sistem peekonomian yang sekarang lebih mengorientasikan tentang cara bersaing secara sehat dan cara memperbaiki sistem, misalnya pembangunan yang lebih berwawasan kepada lingkungan hingga diadakannya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat."

b.          GUNTING SYAFRUDDIN
Perbandingan sistem Gunting Syafruddin dengan sistem Redominasi.

a.      Sanering
Pada tanggal 19 Maret 1950, sanering pertama kali dikenal dengan nama "Gunting Syafruddin" dimana uang kertas betul-betul digunting menjadi dua secara fisik dan nilainya. Dia memerintahkan agar seluruh ‘uang merah’ NICA (Nederlandsch Indië Civil Administratie) dan uang De Javasche Bank/DJB (bentukan penjajah belanda yang kemudian berubah nama menjadi BI/Bank Indonesia) yang bernilai Rp5 ke atas digunting menjadi dua bagian.
·     Gunting Sjafruddin adalah kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Syafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta II, yang mulai berlaku pada jam 20.00 tanggal 10 Maret 1950.
·     Gunting Syafrudin adalah plesetan yang diberikan rakyat atas kebijakan ekonomi (khususnya moneter) yang ditetapkan mulai berlaku Jumat, 10 Maret 1950.
Menurut kebijakan itu, "uang merah" (uang NICA) dan uang De Javasche Bank dari pecahan Rp5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai tanggal 9 Agustus pukul 18.00. Mulai 22 Maret sampai 16 April, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak berlaku lagi alias dibuang.
Guntingan kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat ditukar dengan obligasi negara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar 40 tahun kemudian dengan bunga 3% setahun. "Gunting Sjafruddin" itu juga berlaku bagi simpanan di bank. Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan, demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia). Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi negara yang saat itu sedang terpuruk yaitu utang menumpuk, inflasi tinggi dan harga melambung. Dengan politik pengebirian uang tersebut, bermaksud menjadi solusi jalan pintas untuk menekan inflasi, menurunkan harga barang dan mengisi kas pemerintah untuk membayar utang yang besarnya diperkirakan akan mencapai Rp 1,5 milyar.
Pada tanggal 25 Agustus 1959 terjadi sanering kedua yaitu uang pecahan Rp 1000 (dijuluki Gajah) menjadi Rp 100, dan Rp 500 (dijuluki Macan) menjadi Rp 50. Deposito lebih dari Rp 25.000 dibekukan. 1 US $ = Rp 45. Setelah itu terus menerus terjadi penurunan nilai rupiah sehingga akhirnya pada Bulan Desember 1965, 1 US $ = Rp 35.000.
Seperti juga ‘Gunting Syafrrudin’, politik pengebirian uang yang dilakukan soekarno membuat masyarakat menjadi panik. Apalagi diumumkan secara diam-diam, sementara televisi belum muncul dan hanya diumumkan melalui RRI (Radio Republik Indonesia). Karena dilakukan hari Sabtu, koran-koran baru memuatnya Senin. Dikabarkan banyak orang menjadi gila karena uang mereka nilainya hilang 50 persen. Yang paling menyedihkan mereka yang baru saja melakukan jual beli tiba-tiba mendapati nilai uangnya hilang separuh.
Pada tanggal 13 Desember 1965 dilakukan Sanering yang ketiga yaitu terjadi penurunan drastis dari nilai Rp 1.000 (uang lama) menjadi Rp 1 (uang baru). Sukarno melakukan sanering akibat laju inflasi tidak terkendali (650 persen). Harga-harga kebutuhan pokok naik setiap hari sementara pendapatan per kapita hanya 80 dolar US.
Sebelum sanering, pada bulan november 1965 harga bensin naik dari rp 4/liter menjadi rp 250/ liter (naik 62,5 kali). Nilai rupiah anjlok tinggal 1/75 (seper tujuh puluh lima) dari angka rp 160/ us$ menjadi Rp 120,000 /us$.
Setelah sanering ternyata bukan terjadi penurunan harga malah harga jadi pada naik. Pada tanggal 21 Januari 1966 harga bensin naik dari rp 250/liter menjadi rp 500/ liter & harga minyak tanah naik dari rp 100/ltr menjadi rp 200/ltr (naik 2 kali).
Sesudah itu tanpa henti terjadi depresiasi nilai rupiah sehingga ketika terjadi krisis moneter di Asia pada tahun 1997 nilai 1 us $ menjadi rp 5.500 dan puncaknya adalah mulai April 1998 sampai menjelang pernyataan lengsernya suharto maka nilai 1 us $ menjadi rp 17.200. Lalu apakah kebijakan politik pengebirian nilai fiat money (uang kertas) ini bakal terulang lagi? Sebenarnya pengebirian nilai fiat money ini terjadi secara halus dan perlahan tapi pasti, buktinya bisa dilihat dari kenaikkan harga barang dari tahun ke tahun, yang sesungguhnya adalah pengurangan nilai fiat money. Padahal harga barang itu tetap, tapi karena nilai fiat money yang kita pegang angkanya makin banyak tapi daya belinya makin turun.
Sanering Rupiah adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun. Dampak  dari sanering, menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis. Tujuan dari sanering, mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Katanya program sanering itu dilakukan karena ekonomi negara itu sangat buruk yang mendekati ambruk karena hiper inflasi.
Nilai uang terhadap barang dari sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya. Kondisi saat dilakukan, dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi). Masa transisi, Sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba. Contoh:  Pada sanering, bila terjadi sanering per seribu rupiah, maka dengan Rp 4,5 hanya dapat membeli 1/1000 atau 0,001 liter bensin.
b.     Redonominasi
Topik yang sedang menarik perhatian publik saat ini adalah redenominasi rupiah. Rencana Bank Indonesia untuk melakukan redenominasi rupiah banyak mengundang kritik dari berbagai pihak dari ahli ekonomi, pengamat bursa saham, pelaku bisnis dan lain-lainnya. Bank Indonesia mengatakan, redenominasi rupiah tidak sama dengan sanering atau pemotongan nilai mata uang. Sebab, dalam redenominasi meski tiga angka nol terakhir dihilangkan, tapi nilainya sama.
Redenominasi Rupiah adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.
Dampak dari Redenominasi, Pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama. Menurut BI uang dengan nominal besar kurang efisien serta merepotkan pembayaran. Oleh karena kebijakan tersebut akan bermanfaat besar bagi perekonomian yang akan membuat pencatatan dan pembukuan akan lebih efisien.
Latar Belakang Kebijakan Redenominasi, Bank Indonesia sedang mengkaji kebijakan redenominasi atas mata uang rupiah. Kebijakan ini diambil setelah hasil riset World Bank yang menyebutkan, Indonesia termasuk negara pemilik pecahan mata uang terbesar kedua di dunia setelah Vietnam. Uang pecahan terbesar di tanah air Rp 100.000, hanya kalah oleh dong Vietnam (VND) 500.000.
Tujuan dari Redenominasi, menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi.Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional. Nilai uang terhadap barang dari Redenominasi, tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan.
Kondisi saat dilakukannya Redenominasi, Redenominasi dilakukans saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali.
Masa transisi, Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.

c.           NASIONALISASI  DE JAVASCHE BANK
              Maksud dan tujuan dari nasionalisasi De Javasche Bank.

Bank sentral dalam pengertian umum adalah sebuah lembaga yang diserahi tugas untuk mengontrol sistem keuangan dan perbankan. Bank sentral umumnya diberi monopoli untuk mengeluarkan uang dan wewenang prerogatif untuk mengatur jumlah uang beredar. Bank sentral juga diberi fungsi dalam wewenang untuk membina dan mengawasi kegiatan perbankan sebagai lembaga perantara keuangan. Dalam menjalankan fungsinya, bank sentral mempunyai peran khusus dalam sistem moneter sebagai sumber peminjaman bagi bank-bank dan sumber terakhir bagi bank-bank untuk mendapatkan pinjaman ketika bank yang bersangkutan sedang mengalami kesulitan likuidasi. Di banyak Negara suatu bank secara gradual menduduki posisi sentral diantara lembaga keuangan yang ada dan akhirnya menjadi bank sentral, karena tugas khusus dan utamanya adalah menerbitkan uang kertas bank dan bertindak sebagai agen dan banker. Pada mulanya bank-bank itu tidak disebut sebagai bank sentral, melainkan sebagai “bank sirkulasi” atau “bank nasional”. Dalam perkembangan selanjutnya bank sirkulasi tersebut menjalankan fungsi-fungsi lain serta diberi kewajiban dan kekuasaan tertentu sehingga akhirnya bertindak sebagai bank sentral.
Pada zaman Hindia Belanda, De Javasche Bank yang berfungsi sebagai bank sirkulasi telah ditetapkan sebagai bank sentral. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Dewan Menteri Republik Indonesia pada tanggal 19 September 1945 yang dipimpin oleh Presiden Soekarno telah mengambil keputusan untuk mendirikan sebuah Bank Negara Indonesia. Karena untuk mendirikan sebuah bank negara diperlukan undang-undang yang membutuhkan waktu lama, maka dibentuk Jajasan Poesat Bank Indonesia pada 9 Oktober 1945. Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 2 Prp. Tahun 1946 tanggal 5 Juli 1946 yang membentuk dan menetapkan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi dan bank sentral milik Negara, tetapi baru dibentuk pada tanggal 17 Agustus 1946 di Yogyakarta sebagai penjelmaan dari Jajasan Poesat Bank Indonesia. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951. Tujuan dari nasionalisasi ini adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.

d.          PEMBENTUKAN BIRO PERANCANG NEGARA
Perbandingan Biro Perancang Negara dengan Repelita Orde Baru dengan kabinet kerja saat ini.

Pemerintah Letjen Soeharto (Orde Baru) yang dijalankan sejak terbentuknya Kabinet Ampera mempunyai tugas menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai prasyarat pelaksanaan pembangunan nasional. Tugas Kabinet Ampera disebut Dwidarma Kabinet Ampera. Program kerjanya disebut Caturkarya yang isinya adalah mencukupi kebutuhan sandang dan pangan; melaksanakan pemilihan umum(pemilu); melaksanakan politik luar negeri bebas aktif; dan melanjtkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme.
Jenderal Soeharto melanjutkan pembangunan yang telah dilakukan Kabinet Ampera dengan membentuk cabinet pembangunan pada tanggal 6 juni 1968. Tugas pokok Kabinet Pembangunan disebut Pancakrida. Dalam upaya melaksanakan pembangunan dibidang ekonomi, pemerintah Jenderal Soeharto yang dikenal juga sebagai pemerintahan Orde Baru melaksanakannya melalui Repelita (rencana pembangunan lima tahun).
Repelita dilaksanakan mulai tanggal 1 April 1969. Pembangunan ekonomi pada masa orde baru diarahkan pada sector pertanian. Hal itu dikerenakan kurang lebih 55% dari produksi nasional berasal dari sector pertanian dan juga 75% pendudukan Indonesia memperoleh penghidupan dari sector pertanian. Bidang sasaran pembangunan dalam Repelita, antara lain bidang pangan, sandang, perbaikan prasarana, rumah rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Jangka waktu pembangunan orde baru dapat dibedakan atas dua macam, yaitu program pembangunan jangka pendek dan program pembangunan jangka panjang. Program pembangunan jangka pendek sering disebut pelita (pembangunan lima tahun), adapun program pembangunan jangka panjang terdiri atas pembangunan jangka pendek yang saling berkesinabungan. Masa pembangunan jangka oanjang direncanakan selama 25 tahun. Modernitas memerlukan sarana, salah satunya dengan pengadaan sarana fisik. Pembangunan yang dilaksanakan di realisasikan dalam system pembangunan nasional yang dilaksanakan dengan bentuk Pembangunan Lima Tahun (PELITA).
1) Pelita I
 Pada 1 April 1969 dimulailah pelaksanaa pelita 1 yaitu pada periode 1969-1974. Pada pelita 1 ini, orde baru menyelesaikan fase stabilitas dan rehabilitasi sehingga dapat menciptakan keadaan yang stabil. Selama beberapa tahun, sebelum orde baru keadaan ekonomi mengalami kemerosotan. Pada 1955-1960 laju inflasi rata-rata 25% per tahun, dalam periode 1960-1965 harga-harga meningkat dengan laju rata-rata 226% per tahun, dan pada 1966 laju inflasi mencapai puncaknya, yaitu 650% setahun. Kemerosotan ekonomi tersebut terjadi di segala bidang akibat kepentingan ekonomi dikorbankan demi kepentingan politik.
Pada masa orde baru, kemerosotan ekonomi dapat dikendalikan. Pada 1976, laju inflasi dapat ditekan menjadi 120%, atau seperlima dari tahun sebelumnya. Pada 1968, inflasi dapat ditekan lagi menjadi 85%. Berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai, kemudian dimulailah pelaksanaan pelita 1 pada tahun 1969. Adapun titik berat pelita 1 adalah pada sector pertanian dan industry yang mendukung sector pertanian.
 Adapun sasaran pelita 1, yaitu meningkatkan pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelaksanaan pelita 1 termasuk
pembiayaannya selalu disetujui DPR dengan membuat undang-undang sesuai ketentuan UUD 1945. 
2) Pelita II
Pelita 1 berakhir pada 31 Maret 1974, yang telah meletakan dasar-dasar yang kuat bagi pelaksanaan pelita I. MPR hasil pemilu 1971 secara aklamasi memilih dan mengangkat kembali jendral soeharto sebagai presiden RI. Selain itu, MPR hasil pemilu 1971 berhasil pula menyusun GBHN melalui Tap MPR RI No IV/MPRS/1973. Di dalam GBHN 1973 terdapat rumusan pelita II, yaitu :
a.     Tersedianya bahan pangan dan sandang yang cukup dan terjangkau oleh daya beli masyarakat;
b.    Tersedianya bahan-bahan bangunan perumahan terutama bagi kepentingan masyarakat;
c.     Perbaikan dan peningkatan prasarana;
d.    Peningkatan kesejahteraan rakyat secara merata;
e.     Memperluas kesempatan kerja.
Untuk melaksanakan pelita II, presiden soeharto kemudian membentuk cabinet pembangunan II. Program kerja cabinet pembangunan II, disebut Sapta Krida Kabinet Pembangunan II, yang meliputi:
a)      Meningkatkan stabilitas politik;
b)      Meningkatkan stabilitas keamanan;
c)      Melanjutkan pelita 1 dan melaksanakan pelita II;
d)     Meningkatkan kesejahteraan rakyat;
e)      Melaksanakan pemilihan umum.
3) Pelita III
Pada 31 Maret 1979, Pelita III mulai dilaksanakan. Titik berat pembangunan pada pelita III adalah pembangunan sector pertanian menuju swasembada pangan yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Sasaran pokok pelita III diarahkan pada trilogy pembangunan dan delapan jalur pemerataan.
a.   Trilogi pembangunan mencakup:
1.   Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terwujudnya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia;
2.   Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi;
3.   Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
b.   Delapan jalur pemerataan mencakup:
1.   Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, dan perumahan;
2.   Bagi rakyat banyak;
3.   Pemerataan kesempatan memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan;
4.   Pemerataan pembagian pendapatan;
5.   Pemerataan memperoleh kesempatan kerja;
6.   Pemerataan mempreoleh kesempatan berusaha;
7.   Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khusunya bagi generasi muda dan kaum wanita;
8.   Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Indonesia;
9.   Pemerataan memperoleh keadilan.
Terpilih menjadi presiden RI untuk kedua kalinya MPR hasil pemilu membentuk kabinet pembangunan III. Kabinet ini dilantik secara resmi pada 31 Maret 1978.
Program kerja kabinet pembangunan III, disebut Sapta Krida Pembangunan III, yang meliputi:
1.       Menciptakan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dnegan memeratakan hasil pembangunan;
2.       Melaksanakan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi;
3.       Memelihara stabilitas keamanan yang mantap;
4.       Menciptakan aparatur Negara yang bersih dan berwibawa;
5.       Membina persatuan dan kesatuan bangsa yang kukuh dan dilandasi oleh penghayatan dan pengamalan pancasila;
6.       Melaksanakan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, dan rahasia;
7.       Mengembangkan politik luar negri yang bebas aktif untuk diabdikan kepada kepentingan nasional.
4) Pelita IV        
Pelita III berakhir pada 31 Maret 1989 yang dilanjutkan dengan pelaksanaan pelita IV yang dimulai 1 april 1989. Untuk ketiga kalinya jenderal soeharto terpilih dan diangkat kembali oleh MPR hasil pemilu. Untuk melaksanakan pelita IV, presiden seharto membentuk cabinet pembangunan IV. Titik berat pelita IV adalah pembangunan sector pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dan meningkatkan industry yang dapat menghasilkan mesin-mesin sendiri, baik untuk mesin-mesin industry ringan maupun industry berat.        
Sasaran pokok pelita IV yaitu sebagai berikut:
a.   Bidang politik, yaitu berusaha memasyarakatkan P4 (Pedoman,Penghayatan,dan Pengamalan Pancasila).
b.   Bidang pendidikan, menekankan pada pemerataan kesempatan belajar dan meningkatkan mutu pendidikan.
c.   Bidang keluarga berencana (KB), menekankan pada pengendalian laju pertumbuhan penduduk yang dapat menimbulkan masalah nasional.
5) Pelita V        
Pelita IV berakhir pada 31 Maret 1994 yang dilanjutkan oleh pelaksanaan pelita V yang dimulai 1 April 1994. Pelita V ini merupakan pelita terakhir dari keseluruhan program pembangunan jangka panjang pertama (PPJP 1). Pelita V merupakan masa tinggal landas untuk memasuki program pembangunan jangka panjang kedua (PPJP II), yang akan dimulai pada pelita VI pada april 1999.
Titik berat pelita V adalah meningkatkan sector pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan prduksi hasil pertanian laiinya serta sector industri, khususnya industry yang menghasilkan barang untuk ekspor, industry yang banyak tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertaian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri menuju terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang antara industry dengan pertanian, baik dari segi nilai tambah maupun dari segi penyeraan tenaga kerja.
6)      Pelita VI        
Pelita V berakhir pada 31 Maret 1999yang dilanjutkan oleh pelaksanaan pelita VI yang dimulai pada 1 April 1999. Pada akhir pelita V diharapkan akan mampu menciptakan landasan yang kukuh untuk mengawali pelaksanaan pelita VI dan memasuki proses tinggal landas menuju pelaksanaan program pembangunan jangka panjang kedua (PPJP II) . Titik berat pelita VI diarahkan pada pembangunan sector-sektor ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.        
 Sasaran pembangunan industry dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun VI sebagai bagian dari sasaran bidang ekonomi sesuai amanat GBHN 1993 adalah tertata dan mantapnya industry nasional yang mengarah pada penguatan, pendalaman, peningkatan, perluasan, dan penyebaran industry ke seluruh wilayah Indonesia, dan makin kukuhnya struktur industry dengan peningkatan keterkaitan antara industry hulu, industry antara, dan industry hilir serta antara industry besar, industry menengah, industry kecil, dan industry rakyat. Serta keterkaitan antara sector industry dengan sector ekonomi lainnya. Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia kea rah yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas, Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit diatasi pada akhir tahun 1997.
Namun, pelaksanaan PPJP II tidak berjalan lancar akibat krisis ekonomi dan moneter melanda Indonesia. Inflasi yang tinggi akibat krisis ekonomi menyebabkan terjadinya gejolak social yang mengarah pada pertentangan terhadap pemerintah orde baru.


e.     SISTEM EKONOMI ALI-BABA
Letak kegagalan Sistem Ali-Baba.

Sistem Ali-Baba pada awalnya bertujuan untuk memberikan peluang kepada para pengusaha agar bisa memajukan perekonomian indonesia waktu itu dengan cara pemberian dana segar pada pengusaha tersebut. Sistem ini mengalami kegagalan karena:
1.       Kredit yang digunakan ternyata tidak digunakan secara benar oleh para pengusaha pribumi (indonesia) dalam rangka mencari keuntungan tetapi malah dipindahkan kepada pengusaha tionghoa secara sepihak. 
2.       Kredit yang diberikan pada awalnya dimaksudkan untujk mendorong kegiatan produksi tapi malah diselewengkan untuk kegiatan konsumsi.
3.       Kegagalan pengusaha pribumi dalam memanfaatkan kredit secara maksimal sehingga kurang berdampak positif terhadap perekonomian indonesia waktu itu.

f.           RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN (RPLT)
Tujuan dari Rencana Pembangunan Lima Tahun.
Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah satuan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru di Indonesia. Tujuan dari kebijakan ini adalah :
a.    Repelita I (1969 – 1974)
Bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian. 
b.   Repelita II (1974 – 1979)
Bertujuan meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi. 
c.    Repelita III (1979 – 1984)
Bertujuan menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor. 
d.   Repelita IV (1984 – 1989)
Bertujuan menciptakan lapangan kerja baru dan industri. 
e.    Repelita V (1989 – 1994)
Bertujuan menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan. 

Rencana Pembangunan Lima Tahun ini bersifat indikatif, artinya memberikan arah perkembangan umum yang hendak dicapai selama lima tahun yang akan datang beserta skala prioritasnya. Secara umum juga diberikan suatu gambaran mengenai laju pertumbuhan ekonomi yang diharapkan serta perubahan struktur ekonomi selama lima tahun yang akan datang, jumlah dana yang dibutuhkan beserta sumber- sumber potensiil daripada dana tersebut, perkembangan ke­sempatan kerja, dan alokasi anggaran pembangunan negara sesuai dengan skala prioritas yang telah digariskan.
Rencana ini juga untuk sebagian besar mencakup rencana pembangunan di sektor pemerintah. Walaupun demikian sasaran dan prioritas nasional yang telah ditetapkan merupakan pula sasaran dan prioritas bagi kegiatan dunia usaha pada umumnya, sehingga sasaran tersebut hanya dapat dicapai apabila terdapat suatu gerak yang serasi antara kegiatan dunia usaha dengan kegiatan pemerintah. Kebijaksanaan pokok pemerintah adalah untuk membimbing dan mengarahkan kegiatan dunia usaha demi menjamin keserasian kegiatan usahanya dengan kegiatan pemerintah serta mendorong pertumbuhannya secara optimal. Pemerintah khususnya akan membantu dan membimbing peng­usaha golongan ekonomi lemah baik di dalam segi permodalan, pemasaran, dan ketrampilan demi untuk menciptakan suatu landasan yang luas dan kokoh bagi pertumbuhan ekonomi se­lanjutnya.


1 komentar:

Lady Mia mengatakan...

KABAR BAIK!!!

Nama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.

Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.

Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.

Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.

Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.

Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.

Posting Komentar

 
;